A Lucky Coincidence I Bravely Call Destiny
Hari yang Ale dan Xena tunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah melewati minggu yang berat, mereka akhirnya bisa merebahkan tubuh sejenak dan beristirahat. Mengistirahatkan badan, mengistirahatkan pikiran, mengistirahatkan diri dari dunia yang sibuk.
Ale dan Xena membaringkan tubuh mereka di sofa kasur milik Xena, mereka tidak tertidur, keduanya hanya berbincang pelan, meracau tentang banyak hal dengan mata terpejam. Jika ada yang melihat mereka berdua sekarang, pasti akan berpikir mereka sedang mabuk, padahal semuanya efek dari mengantuk.
“Ale..” Ujar Xena setelah mereka lama diam.
“Hmm.”
“Kamu kenapa suka puk-puk kepala kamu? Aku sering liat, kamu puk-puk, terus kamu elus elus gitu kaya kalau kamu ke aku. Hmm tapi aku juga suka sih, kalau kamu kaya gitu.” Ale terkekeh, ia selalu suka mendengar celotehan Xena. “Eh tapi, kenapa kamu suka kaya gitu ke kamu sendiri Le?” Lanjutnya.
Ale memiringkan tubuhnya, merubah posisi tidurnya menjadi menghadap Xena. “Kamu suka ya berarti, kalau aku kaya gini?” Tanyanya sembari mengelus puncak kepala Xena lembut.
Xena mengangguk kemudian ikut memiringkan tubuhnya, membuat mereka akhirnya saling berhadapan.
“Kenapa ya? Kayaknya karena kebiasaan. Dari aku kecil, Ibuku itu sering banget elus kepala atau puk-puk kepalaku, sambil bilang “Ale anak Ibu yang baik.” ”Ale anak pinter, makasih ya udah buat Ibu bangga.” ”Ale gak apa-apa gagal, kan masih bisa coba lagi, kamu udah lakuin yang terbaik.” Karena itu aku jadi ikut kebiasaan suka pegang kepalaku sendiri, puk puk gitu, setiap lagi capek, sedih, atau tiba-tiba ragu sama diri sendiri, sambil dalam hati bilang ’you’re doing great, Le.’”
“Ale, Ibu kamu….” Mata Xena mulai berkaca-kaca. “Ibu kamu persis Bundaku.”
Ale masih mengelus kepala Xena, berusaha menunjukkan ia ada, and she can be fragile with him, anytime. Ia diam, membiarkan Xena melanjutkan apapun yang ingin diutarakan. Ia paham betul seberapa berartinya Bunda Xena baginya, ia juga tahu betul betapa Xena merindukan Bundanya.
“Bundaku selalu buat aku merasa jadi anak yang spesial banget. Bunda tahu mimpi besarku itu jadi penulis. Aku masih inget banget waktu aku masih belajar-belajar nulis, Bunda semangatin aku, Bunda selalu bilang ‘Anak Bunda pasti bisa jadi penulis hebat nih nanti, soalnya sekarang aja udah bagus tulisannya.’ Karena kata-kata Bunda juga sih, aku akhirnya berani nulis dan publish tulisanku.”
“Bunda selalu ajarin juga, kalau kata-kata itu bisa jadi doa. Jadi banyak-banyak berkata baik.”
“Bunda penyemangat personal banget, buat aku.”
“Mangkanya, kehilangan Bunda tuh kaya jiwaku ditarik sebagian.”
“Kalau aku udah jadi Ibu nanti, aku mau jadi Ibu kaya Ibu kamu, kaya Bundaku juga. Rasanya kaya selalu punya orang yang support apapun tentang kita ya, Le?” Lanjut Xena.
Ale mengangguk pelan, masih sambil mengelus kepala Xena, sesekali ikut memainkan rambutnya yang memang Xena gerai. Ia lalu tersenyum lebar, menunjukkan sederetan giginya yang rapih. “Nasib calon anak-anak aku baik banget berarti.” Ujarnya kemudian.
“Hah? Maksudnya gimana Le?”
“Kok maksudnya gimana?”
“Hahahahahaha kamu pikirannya jauh banget, sih.” Xena tertawa kecil, sebenarnya ia mengerti maksud Ale, ia hanya salah tingkah.
“Kok jauh? Do you plan on having kids sama orang yang bukan aku?”
“Nooooo……..”
“Nah, berarti anak-anak aku yang beneran jadi calon anak beruntung.” Bibir laki-laki itu mengulas senyum tipis.
Xena hanya tertawa, menutupi fakta bahwa jantungnya berdegup kencang saat ini. Membayangkannya saja cukup membuatnya merasakan banyak kupu-kupu hidup di dalam perutnya.
“Bunda kamu pasti bangga, Na. Pasti bangga lihat kamu sekarang.”
“Semoga..”
“Tapi Ale, bener ya, yang kamu lakuin itu menurutku semacam self care. You’re so gentle with yourself, I wanna do it too.”
“Puk-puk?”
“Iya. And being gentle with myself.”
“Yup, kadang aku merasa meyakinkan dan menenangkan diri sendiri itu perlu sih. Kayak, ketika lagi capek, ketika lagi ragu sama diri sendiri, ketika lagi sedih, kadang kita perlu jadi teman untuk diri sendiri. Iya gak?”
Xena mengangguk-angguk. “Iya. And that small gesture does help. Menurutku, it creates such a huge impact.”
“You know what, I love everything about you, but this one, this is my favorite.” Kali ini Ale tersenyum lebar, pandangannya menengadah ke langit-langit.
“Hmm? Apa?” Tanya Xena yang tidak mengerti, penasaran.
“How you always appreciate things, even just a simple thing. Kamu buat hal-hal kecil jadi terasa besar, in a good way. Aku gak pernah tau cara menyampaikannya dalam kata-kata but you always manage to find joy even from the small things, in life. Bahkan kamu buat hal-hal kecil yang aku lakuin jadi terasa mengagumkan. I feel special, and I feel appreciated.”
“I do?”
“You do.” Ale kembali mengarahkan tangannya ke kepala Xena, mengelusnya lembut sekali lagi.
“You could see beauty in everything, even the invisible one. And this makes me fall for you even more.” Mata Xena berbinar terang mendengarnya. This, this is what she needs.
“Thanks for telling me that, kadang aku ngerasa aku lebay karena suka bahagia sendiri sama hal-hal yang menurut orang lain biasa aja. Kadang aku merasa aku overreacting, aku merasa aku loud banget gitu, ya kamu tau sendiri kan aku bener-bener bagi isi kepala aku sama kamu bahkan dari sebelum kita kenal. Aku bahkan sempet sebel sama diriku yang kaya gitu, so thank you Ale, thank you for telling me that.”
Xena lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Ale, menangkup pipi Ale dengan kedua tangannya, kemudian mengecup bibirnya singkat. Mengutarakan rasa terimakasihnya. Dalam ciumannya, Ale dapat merasakan senyuman tersungging dari bibir Xena.
“Oke now, let’s take a nap, aku ngantuk. Bangunin aku jam 3 sore Le.” Ujar Xena cepat yang kemudian membalikkan tubuhnya, posisinya sekarang memunggungi Ale.
Ale terkekeh pelan melihat Xena yang seperti orang salah tingkah.“Kamu lagi malu ya abis cium?” Dari nada bicaranya, Xena dapat menerka Ale pasti sedang tersenyum lebar sekarang.
“Ssttt”
“Malu ya? Salting ya? Padahal gak apa-apa. Biar gak malu, sekarang gantian aku yang cium ya?”
Tubuh Xena memanas mendengarnya, jantungnya berdegup tak keruan. “Sssttt, aku mau tidur.”
“Hahahaha okay, rest well, sweetheart.” Ale mengacak-ngacak pelan bagian belakang rambut Xena gemas.
“I mean what I said. Kamu jangan mikir gitu lagi ya. For me, that’s what makes you even more beautiful. You can be loud with me, anytime. I’m your sanctuary, right? And you’re my sanctuary too. We’re each other’s sanctuary.”
Xena yang memunggungi Ale hanya tersenyum mendengarnya, hatinya terasa hangat.
Ale, without you even realizing, you help me accepting my own self. I hope I can see me the way you see me. It’s a pleasure to meet you. It’s a pleasure to have you in my life, it really is a lucky coincidence I bravely call destiny, I hope it really is.