Unexpectedly Feeling Attached, Surprisingly Wants to be Involved

Hari ini Xena bangun lebih awal dari biasanya, meskipun sebenarnya ia nyaris tidak tidur tadi malam, mungkin ia hanya memejamkan mata selama 1 jam.

“Gemeter gak ya, hadap-hadapan sama Ale?”

“Takut banget jadi gabisa ngomong deh.”

Bayang-bayang fan meeting benar-benar menghantuinya.

“Segini baru Ale, gimana kalau Mark Lee? Eh tapi sekarang gue lebih suka Ale sih. Maaf Mark Lee. Cinta produk lokal ajadeh.” Gumamnya kepada dirinya sendiri di depan kaca. Ia kemudian tertawa, memikirkan betapa lucunya ia yang bisa setertarik itu dengan Ale dan semuanya berawal hanya dari mendengarkan lagunya.

Sepanjang pagi Xena habiskan untuk memilih baju yang akan ia pakai, sesekali ia menanyakan pendapat Zara melalui pesan teks. Ia ingin terlihat rapih agar bisa lebih percaya diri bertemu Ale. Terlebih fan meeting ini juga diselenggarakan tepat di hari ulang tahun Ale, ia mau menghargai Ale dengan memakai baju yang layak dan pantas.

“Oke udah siap.” Ujar Xena setelah dipilihnya blazer warna hitam yang dipadukan dengan rok coklat yang menggantung diatas lututnya.

Xena menaiki taksi menuju lokasi fan meeting. Saat dia sampai, venue fan meeting sudah dipenuhi oleh sekitar 50 orang. Fan meeting ini memang eksklusif, hanya untuk beberapa fans, karena itulah Xena merasa sangat beruntung bisa jadi salah satu penggemar yang terpilih.

Fan meeting hari ini berdasarkan jadwal akan diisi oleh special show dari Ale dan juga sesi 1 on 1 talk sekaligus album signing.

“Gila gue debar-debar.” Xena merasakan darahnya mengalir lebih deras setelah ia menduduki kursi penonton yang berhadapan langsung dengan stage. Dia mendapatkan tempat di barisan ketiga dari depan. Posisi yang cukup pas untuk melihat Ale dari jarak yang lumayan dekat.

Disisi lain, Ale di backstage menatap layar ponsel untuk kesekian kalinya hari ini. Ia masih rutin memeriksa profile Instagram Xena sekadar untuk mengecek kabar dari pesan terakhirnya di dm.

“Belum diliat juga, balasan gue.” Gumamnya.

Setelah MC memanggil namanya untuk masuk ke stage. Ale berjalan pelan diikuti oleh riuhnya teriakan penggemarnya yang berjajar di bangku penonton. Ia menyipitkan matanya sedikit, berusaha untuk menembus cahaya yang diarahkan kepadanya, matanya menelusuri bangku penonton, mencoba mencari sosok wanita yang beberapa bulan ini ternyata menjadikan direct message instagramnya sebagai -so-called-sanctuary.

“Ketemu.” Ujarnya dalam hati setelah 3 detik pencarian. “Ternyata datang.”

“Cantik.” Gumamnya lagi, pikirannya benar-benar tidak bisa membohongi.

Well- urusan dan pikirannya tentang Xena perlu ia kesampingkan terlebih dahulu karena ia harus memulai penampilannya hari ini.

Ale membawakan beberapa lagu dari album Beg for Love dan Clothes. Ia tersenyum setelah mendengar tepuk tangan riuh dari penonton setelah penampilannya, dan senyumnya semakin lebar setelah melihat Xena dengan senyum bahagianya.

Tanpa sadar, seperti terhipnotis, di sesi bincang-bincang, matanya selalu berusaha melirik posisi Xena. Ia penasaran dengan reaksi dan ekspresi wajah Xena untuk setiap jawaban yang ia keluarkan dari beberapa pertanyaan yang diberikan MC.

“Cantik. Bener-bener cantik.” Ia bisa merasakan kehangatan dan kebaikan hati perempuan tersebut hanya dengan melihat senyuman dan pancaran matanya.

“Dari pesan-pesannya dan tulisan di bukunya aja, gue bisa tau kalau dia cantik. Cantik. Cantik banget.” Pikirnya. Kemarin Ale sudah membaca buku Xena dalam satu kali duduk. Bukunya berisi, namun tidak membosankan. Bukunya menceritakan perjalanan sang tokoh—-Raya dalam mencari jati diri dan menerima diri sendiri. Alur ceritanya hidup, membuatnya mengerti mengapa buku ini jadi buku favorit adiknya, Zeta.

Setelah acara 1 on 1 session dimulai, Ale berusaha kuat untuk tidak terlalu sering melirik Xena yang masih duduk di bangku antrian. Beberapa kali Ale mencubit pahanya sedikit keras, mencoba membawa kesadaran kembali pada dirinya. Pikirannya susah fokus, tapi ia harus bisa fokus, ini demi profesionalitas.

Setelah 20 penggemar selesai dengan sesi 1 on 1, akhirnya tiba giliran Xena untuk berhadapan langsung dengan Ale.

“Oke here we go.”

“Hi Ale!” Seru Xena riang. Kalau boleh jujur, sebelumnya Ale sudah membayangkan suara dari Xena, mencoba menebak-nebak seperti apa suara dari pemilik hati yang hangat ini, turns out—it’s softer than expected.

“Hi Xena!” Jawab Ale tak kalah bersemangat.

Xena mengangkat kedua alisnya, ekspresinya penuh tanya.

“Oh itu tadi, dengar namanya dari petugas.” Jawab Ale cepat setelah sadar.

Bodoh. Dia kan belum kenalin namanya.

Xena mengangguk——dengan polosnya percaya. Ia kemudian lanjut untuk duduk di kursi yang sudah disediakan di hadapan Ale.

Di detik-detik pertama, mereka hanya diam dan saling tatap, kemudian secara tiba-tiba, mereka tertawa.

“Hahahaha sebelum kesini, udah nyiapin kata-kata. Sekarang ngeblank.” Ujar Xena jujur. Melihat Ale dari jarak sedekat ini ternyata menghilangkan sebagian kewarasannya. Dia benar-benar dibuat kagum dengan segala hal yang ada pada diri Ale. His broad shoulder, sharp jawline, pretty big eyes that spark——really spark, even a little mole on his right cheek seems attractive.

“It’s a pleasure to meet you, Xena.” Ujar Ale kemudian setelah tertawa, ia tersenyum, matanya lurus menatap mata gadis itu.

“No. The pleasure is mine.” Jawab Xena kemudian.

“First of all, happy birthday ya Ale! Doanya udah aku ucapin dalam hati.” Tadinya, Xena mau menyiapkan hadiah ulang tahun untuk Ale, namun sayang, penyelenggara acara tidak mengizinkan siapapun memberi hadiah.

“Hahaha thank you Xena.”

“Ini aneh sih, but honestly, meskipun baru ketemu Ale sekarang, rasanya kayak udah ketemu Ale puluhan kali.”

“Same here. Same goes to me. Baru ketemu lo, gue ngerasa udah kenal lo dari lahir, Xen.”

“Aku mau cerita dulu aja sih, karena jujur aku agak bingung bahas apa, kayak sebenarnya banyak banget yang mau aku omongin tapi waktunya terbatas. Duh tuh kan aku malah buang-buang waktu sekarang.” Xena tertawa kecil, diikuti oleh Ale yang lagi-lagi juga ikut tertawa.

Truth be told——Ale merasakan getaran aneh di dadanya tiap melihat senyum maupun tawa dari Xena. It’s addicting. Something he can’t get enough of.

“It’s okay. Take your time Xena.”

“Yes take your time Xena, because I won’t let it be our last time.” Ale melanjutkan dalam hati.

“Oke jadi aku pertama kali tau kamu itu dari temenku, dia kasih tau lagu beg for love dan ya aku langsung suka banget sama lagunya, selain pas banget sama kondisi waktu itu, lagu Ale yang itu kayak comfort song banget deh. Pokoknya…kamu pasti kaget seberapa berdampaknya lagu itu sama hidup aku, dan semangat aku.”

Ale mendengarkan Xena dan penuturannya dengan saksama.

She’s talky in person too, pikirnya.

Matanya tak lepas dari hidupnya sinar mata Xena sepanjang ia berbicara. Ia bisa merasakan ketulusan dari setiap kata yang keluar dari mulut Xena.

“Jadi Ale, apa yang kamu pikirin pas nulis lagu itu? Aku rasa…kamu bener-bener nulisnya dari hati.”

“Makasih Xena, for liking that song. It means so much. Really. Sebenarnya—-ini rahasia, tapi gue—eh gapapa kan pake gue? Biar lebih santai aja sih.”

Xena mengangguk, mengiyakan.

“Sebenernya gue belum pernah jatuh cinta, sih.” Jawab Ale jujur. Xena membelalak tak percaya.

“For real?!”

“Iya. Bukan karena gak ngerti cinta sih, lebih tepatnya karena belum ada yang bisa buat jatuh cinta, mungkin?”

”Satu rahasia udah gue bagi. Supaya lo gak ngerasa aneh sendiri udah kasih tau gue hal-hal personal buat lo.”

“Jadi. Kalau ditanya soal apa yang gue pikirin, mikir apa ya—mikirin kalau gue ada di posisi orang yang jatuh cinta itu.”

“I see…..hebat loh. Lirik dan composingnya bener-bener hidup banget Le. Pas pertama denger gue—-eh ngomong pake gue beneran gak apa apa?”

“Gapapa.”

“Gue bener-bener langsung suka banget.” Lanjut Xena.

Setelahnya, mereka hanya berbincang santai, saking menyenangkan pembicaraan mereka, Ale sampai lupa kalau mereka hanya punya waktu 5 menit.

“Mas Ale, 1 menit lagi ya.” Ujar petugas disampingnya mengingatkan.

“Ah—-oke.”

“Too bad. Masih mau ngobrol banyak sama Xena sekarang. Pikirnya. ”Tapi gapapa. Gue gabakal biarin ini jadi kali terakhir ngobrol.”

“Ohya Xena…semangat terus ya nulisnya.” Ujar Ale.

Xena membelalak. Dumbfounded. Seingatnya, ia tidak sama sekali menyebutkan soal dia dan menulis sebagai kegiatan maupun kegemarannya.

“Hah?”

“Ah…itu. Gue baca dm lo. Tapi gapapa. Serius gapapa. Jangan kaget. I’m the only one who knows dan gue gak akan kasih tau siapa-siapa.” Ale berbicara dengan cepat, mencoba memberi paham pada Xena.

“HAH? KOK BISA?” Campur aduk, Xena kaget bukan main.

“I—-don’t know. Awalnya iseng-iseng aja liat message requests.”

“Emang gak banyak yang dm lo disitu?”

“Banyak bangetttt, ratusan ribu kali ya?”

“And you managed to find…mine. Aaa malu banget.” Xena menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pikirannya mencoba mengingat pesan-pesan apa saja yang ia tuliskan disana.

“Lo baca semua?”

“Y—-es?” jawab Ale ragu.

“AAAA MALU BANGET. Sumpah gue mau kabur dulu dari sini.” She feels like an open book now, Ale knows her better than the rest. Ale knows everything.

“No..no Xena. Sumpah. Gapapa.” ucap Ale cepat. Ia cukup panik melihat reaksi Xena.

“If it helps, and to make it fair, lo bisa nanya apapun ke gue. I’ll be an open book for you too.” lanjutnya.

Actually, the reason he told her this is that, he doesn’t want to embarrass her, he doesn’t want to make her feel ashamed for telling him all those things. And also, to be very honest, he doesn’t want it to be the last time. He unexpectedly still wants to be involved, in her life.

Ale tidak ingin Xena merasa malu karena ia tahu banyak hal tentangnya. Dia tidak mau ini jadi percakapan terakhir mereka. Ia masih ingin tahu lebih banyak mengenai Xena. And God—he wants her to still tell him everything about her even after this, hal besar maupun hal kecil dalam hidupnya, hal yang membuatnya senang dan membuatnya sedih, hal yang terjadi pada dirinya hari demi hari. Ia tidak ingin Xena berhenti menjadikannya -sanctuary—- jika ia mau. He unexpectedly feeling attached and surprisingly still wants to be involved.