You Always Have a Way to Amaze Me, Do You Know That?
Xena berlari cepat ke arah pintu setelah didengarnya bunyi bel yang sedari tadi sudah ia tunggu-tunggu. Kemarin Ale baru saja kembali dari Jogjakarta, dan setelah 3 minggu tidak bertemu, Ale akhirnya memutuskan untuk menghabiskan hari terakhir di tahun 2021 dengan Xena beserta teman-teman Xena—Haikal, Nara dan Zara yang akan menyusul dan datang setelah malam tiba.
Setelah pintu terbuka, Ale langsung merentangkan tangannya lebar-lebar, bersiap untuk memeluk gadisnya yang selama mereka berjauhan tak luput dari pikirannya. Xena tersenyum kegirangan melihat Ale, ia lalu meraih tubuh Ale, memeluknya erat seperti janjinya.
“I miss you so much. What a long 3 weeks.” Ujar Ale kemudian, tangannya ia letakkan di belakang kepala Xena, membelai rambutnya lembut. “I really missed this warm hug.” Lanjutnya. Seketika, aroma manis dari tubuh Xena menguar, membuat Ale makin mengeratkan pelukan mereka. “Duh kangen wangi ini.” Pelukan mereka bertahan cukup lama, sampai penghuni apartemen di sebelah Xena keluar dan berdeham pelan penuh perasaan bersalah karena merasa sedang memergoki kemesraan sepasang kekasih. Xena melepaskan pelukannya kemudian tersenyum canggung kearah tetangganya, membuat Ale terkekeh geli.
“So how was it, Le? Kamu capek gak sekarang? Kamu maksain banget gak sih kesini? Padahal kamu bisa tidur di rumah.” Tanya Xena kepada Ale yang sudah duduk di sofa coklat, tempat favoritnya di apartemen Xena. Pandangan Ale tak lepas dari Xena yang sedang menyiapkan beberapa camilan dan minuman hangat untuk Ale di dapur. Ia tersenyum setelah aroma sandalwood menyeruak kedalam hidungnya, that when he knows, he is home.
“Kinda tired. Tapi aku seneng ketemu kamu sekarang. You know what, sometimes Na, you’re the only thing that makes me want to get up in the morning. Aku semangat banget hari ini bangun pagi.”
Xena yang menghampiri Ale dengan camilan dan teh hangat di tangannya langsung berdecak, “Oh please, ini masih pagi, jangan dulu buat aku salah tingkah.” Ale tertawa pelan.
“Lagian, kita kan cuma bakalan santai-santai aja sekarang.” Lanjut Ale, yang diikuti dengan anggukan dari Xena, “Iya juga sih.”
“Zeta udah bilang belum sama kamu, kalau dia mau ikut nanti? Ibu sama Ayahku pergi malam tahun baruan sama koleganya Ayah soalnya, jadi rumah sepi.”
“Iya dia udah bilang, katanya dia tadinya mau sama Bima, tapi Bima dikurung sama Mama Papanya, harus ikut acara bakar-bakar keluarga katanya, hahaHAHAHHA lucu ya kalau masih kecil, aku jadi inget dulu aku juga kaya gitu, sering dikurung. Sekarang aku bebas, bahkan pacarku ke apartemen aku terus kaya gapunya rumah HUUUU.” Ale yang sedang minum tehnya tersedak, ia tergelak.
“Kamu ngomongnya kaya Rama lama-lama, dia sering banget bilang aku kaya gapunya rumah.” Ujar Ale masih sambil tertawa. “Jadi kamu gak seneng nih?”
“Siapa yang bilang gak seneng?” Xena mengangkat kedua bahunya, tersenyum meledek. Ia bergerak merapihkan meja kerjanya yang memang sedikit berantakkan, meletakkan kembali barang-barang yang menjadi alat tempurnya dalam menulis sekaligus upaya mencari inspirasi.
“Na, sini dulu deh, duduk. Nanti aku bantu deh beresinnya.” Ale menepuk-nepuk bagian sofa di sebelahnya, Xena tersenyum lalu menuruti, ikut duduk di sebelah Ale. Sesaat setelah Xena duduk, Ale mengambil bantal sofa yang ada di dekatnya, kemudian meletakkannya di atas paha Xena, Ale langsung merebahkan kepalanya di atas bantal tersebut, membuat Xena sedikit terkejut dengan tingkahnya yang tiba-tiba.
“Boleh ya? Mau pacaran.”
“Kamu udah tiduran disini, ngapain nanya lagi?!”
Ale tertawa keras sampai matanya terpejam, setelah puas, ia kembali menatap Xena yang juga menundukkan kepala, melihat Ale yang ada di pangkuannya. “Zeta banyak cerita sama kamu ya, Na?”
Xena yang sedang memainkan rambut Ale tertawa pelan, mengangguk-anggukkan kepalanya bersemangat. “She tells me many things. Aku seneng banget, berasa punya adik. Kamu tau gak sih, dari dulu aku selalu pengen punya adik, jadi anak satu-satunya itu kadang sepi juga.”
“I’m glad you feel that way. Karena Zeta juga sama senengnya sama kamu. Kemarin aku pulang dia langsung cerita banyak hal tentang kamu—-‘Kak Xena…..’ ‘Kak Xena…..’ entah berapa kali dia ngomong kata Xena.” Senyuman Xena makin melebar setelah mendengarnya.
“Ohya, dan kamu tau? Racun Stand Up Comedy kamu itu udah sampai ke Ibu sama Ayahku, baru aja kemarin Ibuku bilang dia sekarang suka Raditya Dika, HahahhahahhahhahaHAHAHA.”
“KAMU SERIUS? Ya ampun, kok bisa?!”
“Zeta itu sama persuasifnya sama kamu, it’s hard to say no to her, just like it’s hard to say no to you, you know that?”
“I didn’t know that.” Jawab Xena sambil tertawa, ia masih memainkan rambut Ale, memilin rambutnya agar rambutnya berdiri seperti duri buah durian.
“Kamu harus digaji sama Raditya Dika deh, strategi marketing kamu ciamik banget.” Ale menahan tawanya, disisi lain Xena sudah tertawa kencang, kepalanya tertarik ke belakang.
“Awww sakit sayang.” Ale mengaduh pelan saat Xena tak sengaja menarik rambutnya yang sebelumnya sedang dimainkan.
“ADUH, SORRY. Abis lucu banget, target pemasaran aku udah melebar sekarang.” Xena mengelus-ngelus lembut bagian kepala Ale yang rambutnya sempat tertarik. Ale meraih tangan Xena, menaruhnya diatas dadanya, jarinya mengusap punggung tangan Xena.
“I already said it, tapi aku pengen ngomong ini secara langsung, makasih ya Na, udah mau libatin keluarga aku di hidup kamu.”
“Aku seneng banget tau, udah kenal Zeta gini hidup aku jadi lebih berwarna, soalnya dia setiap hari chat aku, cerita banyak hal seruuuu!!”
“Aku seneng banget dengernya, seneng banget kamu mau coba dekat sama keluargaku juga, soalnya aku serius banget sama kamu, Na.”
“Aku juga lahhh!” Seru Xena, membuat Ale sumringah. Matanya berbinar terang, senyumannya merekah.
“Kamu mau ketemu Ayah nggak?” Tanya Xena, membuat Ale terlonjak sedikit, ia kegirangan, setelah sekian lama tidak membahasnya, akhirnya Xena melontarkan pertanyaan tersebut.
“Aku mau lahhh!” Jawab Ale bersemangat. Xena manggut-manggut, “Oke, nanti kita cari waktu baiknya.”
“Aku tuh sempat kepikiran soalnya, aku belum minta izin sama Ayah kamu, udah main pacarin anaknya aja. Terus kepikiran juga, gimana nanti kalau Ayah kamu keburu tahu dari berita? Gak menutup kemungkinan kan nanti orang tahu kita pacaran dan muncul di berita. Aku merasa itu gak sopan aja. Aku belum sempat ngomong sama Ayah kamu.” Sebelumnya, ini memang menjadi hal yang dipikirkan Ale, hanya saja, ia merasa tidak enak hati untuk membahas perkara Ayah Xena jika Xena tidak memulainya.
“Oke, nanti kita cari waktu baiknya. Aku juga kepikiran sebenarnya.” Kali ini Ale yang manggut-manggut, ia kemudian tersenyum sangat lebar.
“Makasih ya, Na.” Xena tersenyum, mengangguk. Setelahnya mereka diam beberapa saat. Xena masih memainkan rambut Ale yang sedikit ikal.
“Haha.” Xena menundukkan kepalanya, menatap Ale yang tiba-tiba terkekeh kegirangan di pangkuannya. “Kenapa Le?” Tanyanya.
“Gak apa-apa, senang aja, mikirinnya.”
“Mikirin apa?”
“Mikirin kita.”
Entah berapa kali Xena tersenyum hari ini, sejak Ale datang, rasanya bibirnya tidak bisa berhenti menyunggingkan senyuman karena hal-hal yang Ale bicarakan.
“Ohya Ale, kamu ngakuuuu! Kamu beli buku aku 30 kan buat giveaway?” Xena menepuk-nepuk pipi Ale pelan.
“Lah, pasti Zeta kasih tau ya? Ah dia cepu.”
Xena terkekeh, “You always have a way to amaze me, do you know that?” Ale menggeleng pelan, “I didn’t know that.”
“Makasih ya, Ale. Padahal kita baru pertama kali ketemu waktu itu.” Lanjutnya.
“Jangan makasih aja dong, Na.” Jawab Ale, kali ini ia mengeluarkan senyum usilnya.
“Oke, jadi aku harus apalagi dong?”
“Kiss me.”